BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Definisi Amdal
AMDAL adalah singkatan dari Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian
mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Dalam
kajian AMDAL, yang nantinya akan dilakukan proses adalah dampak positif dan
negatif dari suatu rencana kegiatan/proyek, yang dipakai pemerintah dalam
memutuskan apakah suatu kegiatan/proyek layak atau tidak layak lingkungan.
Dengan mempertimbangkan aspek fisik, kimia, biologi, sosial-ekonomi, sosial
budaya dan kesehatan masyarakat, maka kajian dampak positif dan negatif
tersebut biasanya disusun. Apabila dalam suatu rencana kegiatan, dampak negatif
yang timbulkannya tidak dapat ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia, maka
kegiatan tersebut dinyatakan tidak layak lingkungan berdasarkan hasil kajian
AMDAL. Sebagaimana yang disebutkan
dalam pasal 3 PP no.27 tahun 1999 tentang AMDAL, Usaha dan/atau kegiatan yang
kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup
meliputi:
1.
pengubahan bentuk lahan dan bentang alam.
2.
eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak
terbaharui.
3.
proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan,
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam
dalam pemanfaatannya.
4.
proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya.
5.
proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian
kawasan konservasi sumber daya dan/atau perlindungan cagar budaya.
6.
introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad renik.
7.
pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati.
8.
penerpan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi
lingkungan hidup.
9. kegiatan
yang mempunyai resiko tinggi, dan atau mempengaruhi pertahan negara.
Bentuk hasil kajian AMDAL berupa dokumen
AMDAL yang terdiri dari 5 (lima) dokumen, yaitu: Dokumen Kerangka Acuan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL), Dokumen Analisis Dampak Lingkungan
Hidup (ANDAL), Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), Dokumen
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL), Dokumen Ringkasan Eksekutif.
1. Kerangka
Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
KA-ANDAL adalah suatu dokumen yang berisi tentang ruang lingkupserta kedalaman
kajian ANDAL. Ruang lingkup kajian ANDALmeliputi penentuan dampak-dampak
penting yang akan dikaji secaralebih mendalam dalam ANDAL dan batas-batas studi
ANDAL.Sedangkan kedalaman studi berkaitan dengan penentuan metodologiyang akan
digunakan untuk mengkaji dampak. Penentuan ruanglingkup dan kedalaman kajian
ini merupakan kesepakatan antaraPemrakarsa Kegiatan dan Komisi Penilai AMDAL
melalui proses yang disebut dengan proses pelingkupan.
2. Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
ANDAL adalah dokumen yang berisi telaahan secara cermatterhadap dampak
penting dari suatu rencana kegiatan. Dampakdampakpenting yang telah
diindetifikasi di dalam dokumen KAANDAL kemudian ditelaah secara lebih cermat
dengan menggunakan metodologi yang telah disepakati. Telaah ini bertujuan untuk
menentukan besaran dampak. Setelah besaran dampak diketahui, selanjutnya
dilakukan penentuan sifat penting dampak dengan cara membandingkan besaran
dampak terhadap criteria dampak penting yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Tahap kajian selanjutnya adalah evaluasi terhadap keterkaitan antara dampak
yang satu dengan yang lainnya. Evaluasi dampak ini bertujuan untuk menentukan
dasar-dasar pengelolaan dampak yang akan dilakukan untuk meminimalkan dampak
negatif dan memaksimalkan dampak positif.
3. Rencana
Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
RKL adalah dokumen yang memuat upaya-upaya untuk mencegah, mengendalikan
dan menanggulangi dampak penting lingkungan hidup yang bersifat negatif serta
memaksimalkan dampak positif yang terjadi akibat rencana suatu kegiatan.
Upaya-upaya tersebut dirumuskan berdasarkan hasil arahan dasar-dasar
pengelolaan dampak yang dihasilkan dari kajian ANDAL.
4. Rencana
Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
RPL adalah dokumen yang memuat program-program pemantauan untuk melihat
perubahan lingkungan yang disebabkan oleh dampak-dampak yang berasal dari
rencana kegiatan. Hasil pemantauan ini digunakan untuk mengevaluasi efektifitas
upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan, ketaatan pemrakarsa
terhadap peraturan lingkungan hidup dan dapat digunakan untuk mengevaluasi
akurasi prediksi dampak yang digunakan dalam kajian ANDAL.
5. Ringkasan
Eksekuti
Ringkasan Eksekutif adalah dokumen yang meringkas secara singkat dan
jelas hasil kajian ANDAL. Hal hal yang perlu disampaikan dalam ringkasan
eksekutif biasanya adalah uraian secara singkat tentang besaran dampak dan
sifat penting dampak yang dikaji di dalam ANDAL dan upaya-upaya pengelolaan dan
pemantuan lingkungan hidup yang akan dilakukan untuk mengelola dampak-dampak
tersebut.
2.2
Manfaat AMDAL
AMDAL bermanfaat untuk menjamin suatu usaha atau kegiatan
pembangunan agar layak secara lingkungan. Dengan AMDAL, suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan pembangunan diharapkan dapat meminimalkan kemungkinan dampak
negatif terhadap lingkungan hidup, dan mengembangkan dampak positif, sehingga
sumber daya alam dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan (sustainable).
2.3 Pemangku
Kepentingan AMDAL
Pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses AMDAL adalah
Pemerintah, pemrakarsa, masyarakat yang berkepentingan. Peran masing-masing
pemangku kepentingan tersebut secara lebih lengkap adalah sebagai berikut:
1.
Pemerintah
Pemerintah berkewajiban memberikan keputusan apakah suatu rencana
kegiatan layak atau tidak layak lingkungan. Keputusan kelayakan lingkungan ini dimaksudkan
untuk melindungi kepentingan rakyat dan kesesuaian dengan kebijakan pembangunan
berkelanjutan. Untuk mengambil keputusan, pemerintah memerlukan informasi yang
dapat dipertanggungjawabkan, baik yang berasal dari pemilik kegiatan/pemrakarsa
maupun dari pihak-pihak lain yang berkepentingan. Informasi tersebut disusun
secara sistematis dalam dokumen AMDAL. Dokumen ini dinilai oleh Komisi Penilai
AMDAL untuk menentukan apakah informasi yang terdapat didalamnya telah dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan dan untuk menilai apakah rencana kegiatan
tersebut dapat dinyatakan layak atau tidak layak berdasarkan suatu criteria
kelayakan lingkungan yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.
2.
Pemrakarsa
Orang atau badan hukum yang bertanggung jawab
atas suatu rencana usaha dan atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Pemrakarsa
inilah yang berkewajiban melaksanakan kajian AMDAL. Meskipun pemrakarsa dapat
menunjuk pihak lain (seperti konsultan lingkungan hidup) untuk membantu
melaksanakan kajian AMDAL, namun tanggung jawab terhadap hasil kajian dan
pelaksanaan ketentuan-ketentuan AMDAL tetap di tangan pemrakarsa kegiatan.
3.
Masyarakat yang berkepentingan
Masyarakat yang berkepentingan adalah
masyarakat yang terpengaruh oleh segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.
Masyarakat mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam AMDAL yang setara
dengan kedudukan pihak-pihak lain yang terlibat dalam AMDAL. Di dalam kajian
AMDAL, masyarakat bukan obyek kajian namun merupakan subyek yang ikut serta
dalam proses pengambilan keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan AMDAL.
Dalam proses ini masyarakat menyampaikan aspirasi, kebutuhan, nilai-nilai yang
dimiliki masyarakat dan usulan-usulan penyelesaian masalah untuk memperoleh
keputusan terbaik. Dalam proses AMDAL masyarakat dibedakan menjadi dua
kategori, yaitu;
a. Masyarakat terkena dampak: masyarakat yang
akan merasakan dampak dari adanya rencana kegiatan (orang atau kelompok yang
diuntungkan (beneficiary groups), dan orang atau kelompok yang dirugikan (at-risk
groups)
b. Masyarakat
Pemerhati: masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana kegiatan,
tetapi mempunyai perhatian terhadap kegiatan maupun dampak-dampak lingkungan
yang ditimbulkan.
2.4
Kelembaban AMDAL
Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas untuk
menilai dokumen AMDAL. Adapun aspek-aspek yang dinilai adalah aspek kelengkapan
dan kualitas kajian dalam dokumen AMDAL. Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 02 Tahun 2000 tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL telah memberikan
panduan tentang aspek-aspek penilaian dokumen AMDAL. Dalam melaksanakan
tugasnya, komisi penilai mempunyai kewajiban untuk memberikan masukan dan
pertimbangan-pertimbangan sebagai dasar pengambilan Keputusan Kesepakatan
Kerangka Acuan ANDAL dan Kelayakan Lingkungan. Rekomendasi tersebut harus
didasarkan atas pertimbangan kesesuaian dengan kebijakan pembangunan nasional,
memperhatikan kepentingan pertahanan dan keamanan, kesesuaian dengan rencana
pengembangan wilayah dan rencana tata ruang wilayah.
Pasal 9 ayat (1) PP no 27/1999 menyebutkan bahwa Komisi
penilai pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf (a) terdiri
atas unsur-unsur instansi yang ditugasi mengelola lingkungan hidup, instansi
yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, Departemen Dalam Negeri,
instansi yang ditugasi bidang kesehatan, instansi yang ditugasi bidang
pertahanan keamanan, instansi yang ditugasi bidang penanaman modal, instansi
yang ditugasi bidang pertanahan, instansi yang ditugasi bidang ilmu
pengetahuan, depatemen dan/atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
membidangi usaha dan/atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait, wakil
Propinsi Daerah Tingkat I yang bersangkutan, Wakil Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II yang bersangkutan, ahli dibidang lingkungan hidup, ahli dibidang
yang berkaitan, organisasi lingkungan hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau
kegiatan yang dikaji, wakil masyarakat terkena dampak, serta anggota lain yang
dipandang perlu.
Sedangkan pasal 10 ayat (1) Komisi penilai daerah
sebagaimana dalam Pasal 8 ayat (1) huruf (b) terdiri atas unsur-unsur : Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I, instansi yang ditugasi mengendalikan
dampak lingkungan, instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan
Daerah Tingkat I, instansi yang ditugasi bidang penanaman modal daerah,
instansi yang ditugasi bidang pertanahan di daerah, instansi yang ditugasi
bidang pertahanan keamanan daerah, instansi yang ditugasi bidang kesehatan
Daerah Tingkat I, wakil instansi pusat dan/atau daerah yang membidangi usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan, wakil instansi terkait di Propinsi Daerah
Tingkat I, wakil Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan, pusat
studi lingkungan hidup perguruan tinggi daerah yang bersangkutan, ahli di bidang
lingkungan hidup, ahli dibidang yang berkaitan, organisasi lingkungan hidup di
daerah, organisasi lingkungan hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau
kegiatan yang dikaji, warga masyarakat yang terkena dampak, serta anggota lain
yang dipandang perlu. Tugas Komisi Penilai AMDAL adalah menilai Kerangka Acuan
ANDAL (KA_ANDAL), Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
2.5 Prosedur
AMDAL
Prosedur AMDAL terdiri dari beberapa prosedur. Berikut
akan dijelaskan mengenai beberapa prosedur AMDAL.
1.
Proses penapisan (screening)
wajib AMDAL
Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi wajib AMDAL
adalah proses untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL
atau tidak. Di Indonesia, proses penapisan dilakukan dengan sistem penapisan
satu langkah. Ketentuan apakah suatu rencana kegiatan perlu menyusun dokumen
AMDAL atau tidak dapat dilihat pada
Keputusan Menteri Negara LH Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL. Yang menjadi pertimbangan
dalam penapisan adalah mengacu pada dasar pertimbangan suatu kegiatan menjadi
wajib amdal dalam kep-menlh no. 17 tahun 2001 yaitu:
a. Kep-BAPEDAL Nomor 056/1994 tentang Pedoman
Dampak penting yang mengulas mengenai ukuran dampak penting suatu kegiatan
b. Referensi
internasional mengenai kegiatan wajib AMDAL yang diterapkan oleh beberapa
Negara
c. Ketidakpastian
kemampuan teknologi yang tersedia untuk menanggulangi dampak negatif penting
d. Beberapa
studi yang dilakukan oleh perguruan tinggi dalam kaitannya dengan kegiatan
wajib AMDAL
e. Masukan dan usulan dari berbagai sektor teknis terkait
2. Proses pengumuman
Setiap rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat AMDAL wajib
mengumumkan rencana kegiatannya kepada masyarakat sebelum pemrakarsa melakukan
penyusunan AMDAL. Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan
pemrakarsa kegiatan. Tata cara dan bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian
saran, pendapat dan tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor
08/2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses
AMDAL.
3.
Proses pelingkupan (scoping)
Pelingkupan
merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup permasalahan dan
mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang terkait dengan rencana
kegiatan. Tujuan pelingkupan adalah untuk menetapkan batas wilayah studi,
mengidentifikasi dampak penting terhadap lingkungan, menetapkan tingkat kedalaman
studi, menetapkan lingkup studi, menelaah kegiatan lain yang terkait dengan
rencana kegiatan yang dikaji. Hasil akhir dari proses pelingkupan adalah
dokumen KA-ANDAL. Saran dan masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan
dalam proses pelingkupan.
4.
Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
Setelah KA-ANDAL selesai disusun, pemrakarsa
dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan
peraturan, lama waktu maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu
yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki atau menyempurnakan kembali
dokumennya.
5.
Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan
dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi
AMDAL). Setelah selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada
Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal
penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan
penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
6.
Persetujuan Kelayakan Lingkungan.
2.6 Kewenangan Daerah Dalam Penentuan Daftar
Kegiatan Wajib AMDAL
Terdapat dua mekanisme untuk menetapkan wajib
AMDAL oleh Bupati/Walikota dan Gubernur DKI Jakarta pada diktum kedua Kep MENLH
No. 17/2001, yaitu:
1. Apabila
skala/besaran suatu jenis rencana usaha dan/atau kegiatan lebih kecil daripada
skala/besaran yang tercantum pada lampiran Kep. Men LH No. 17 tahun 2001 akan
tetapi berdasarkan atas pertimbangan ilmiah mengenai daya dukung, daya tampung
lingkungan dan tipologi ekosistem setempat diperkirakan akan berdampak penting
terhadap lingkungan hidup maka Bupati/Walikota atau Gubernur DKI Jakarta dapat
mengusulkan kegiatan tersebut wajib dilengkapi dengan Amdal.
2. Apabila
Bupati/Walikota atau Gubernur DKI Jakarta dan/atau masyarakat perlu untuk
mengusulkan jenis rencana usaha dan atau kegiatan yang tidak tercantum dalam
lampiran Kep Men LH No. 17 tahun 2001, tetapi jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut dianggap mempunyai dampak penting terhadap lingkungan, maka
Bupati/Walikota dan Gubernur DKI Jakarta dan/atau masyarakat wajib mengajukan
usulan secara tertulis kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup. Menteri Negara
Lingkungan Hidup akan mempertimbangkan penetapan keputusan terhadap jenis rencana
usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Amdal.
2.7 Penyusunan AMDAL
Dokumen AMDAL harus disusun oleh pemrakarsa
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Dalam penyusunan studi AMDAL, pemrakarsa
dapat meminta jasa konsultan untuk menyusunkan dokumen AMDAL. Penyusun dokumen
AMDAL harus telah memiliki sertifikat Penyusun AMDAL dan ahli di bidangnya.
Ketentuan standar minimal cakupan materi penyusunan AMDAL diatur dalam
Keputusan Kepala Bapedal Nomor 09/2000 tentang Pedoman Penyusunan AMDAL. Waktu
yang diperlukan untuk proses AMDAL hingga dikeluarkannya Surat Keputusan
Kelayakan Lingkungan pada umumnya berkisar antara 6 – 18 bulan. Tidak ada
besaran biaya standar yang diperlukan untuk menyusun suatu dokumen AMDAL. Biaya
tersebut umumnya ditentukan oleh konsultan AMDAL dan tergantung dari beberapa
faktor seperti lingkup studi, kedalaman studi, lama studi, para ahli pelaksana
studi, dsb.
2.8 Penilaian
AMDAL
Sesuai dengan Kep-MENLH No. 40 Tahun 2000
tentang Pedoman Tata Kerja Komisi Penilai AMDAL kewenangan penilaian AMDAL
ditentukan sebagai berikut :
1. Kewenangan
AMDAL di pusat diberlakukan pada jenis usaha dan/atau kegiatan yang bersifat
strategis dan/atau menyangkut ketahanan dan keamanan negara, lokasi kegiatan
meliputi lebih dari satu wilayah propinsi, wilayah sengketa dengan negara lain,
wilayah ruang lautan diatas 12 mil, berlokasi di lintas batas negara.
2. Kewenangan AMDAL di propinsi diberlakukan bagi
kegiatan industri pulp; industri semen dan quarry; industri petrokimia; HPH dan
unit pengolahannya; HTI dan pengolahannya; PLTA; PLTU/PLTP/PLTD; bendungan;
bandar udara di luar kategori bandar udara internasional; pelabuhan di luar
kategori pelabuhan samudra, kegiatan yang berlokasi di lebih dari satu
kabupaten/kota; di wilayah laut dengan jarak 4-12 mil.
3. Kewenangan
AMDAL di Kabupaten/Kota diberlakukan bagi kegiatan di luar kewenangan Pusat dan
Propinsi.
Untuk menghindari terjadinya konflik
kepentingan, jika suatu instansiteknis merupakan pemrakarsa kegiatan, maka
haknya sebagai anggota komisi penilai AMDAL menjadi gugur. Dengan demikian
instansi teknis tidak ikut sebagai anggota Komisi Penilai AMDAL, namun duduk
sebagai pemrakarsa yang mengajukan dokumen AMDAL. Tim Teknis atau Anggota
Komisi Penilai AMDAL dapat melakukan peninjauan lapangan untuk mengumpulkan
informasi yang berkaitan dengan proses pelingkupan dan kajian dampak atas
perintah Ketua Komisi Penilai AMDAL. Pembiayaan untuk peninjauan lapangan
dibebankan kepada instansi masing-masing. Batasan waktu 75 hari kerja adalah
batasan waktu bagi Komisi Penilai AMDAL untuk memberikan tanggapan atau
keputusan tentang dokumen AMDAL di luar waktu perbaikan dokumen yang dilakukan
oleh pemraksa. Penyerahan kembali dokumen penyempurnaan ke sekretariat komisi
Penilai AMDAL akan dihitung melanjutkan waktu yang digunakan oleh Komisi
sebelumnya (penilaian).
2.9 Keputusan
AMDAL
Pada dasarnya dokumen AMDAL berlaku sepanjang
umur usaha atau kegiatan. Namun demikian, dokumen AMDAL dinyatakan kadaluarsa
apabila kegiatan fisik utama suatu rencana usaha atau kegiatan tidak
dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya keputusan
kelayakan lingkungannya. Dalam hal dokumen AMDAL dinyatakan kadaluarsa, maka
pemrakarsa dapat mengajukan dokumen AMDALnya kepada instansi yang bertanggung
jawab (KLH/Bapedalda/Bagian Lingkungan Hidup daerah) untuk dikaji kembali
apakah harus menyusun AMDAL baru atau dipergunakan kembali untuk dipergunakan
dalam rencana kegiatannya.
Keputusan kelayakan lingkungan dinyatakan
batal apabila terjadi pemindahan lokasi atau perubahan desain, proses,
kapasitas, bahan baku dan bahan penolong atau terjadi perubahan lingkungan yang
sangat mendasar akibat peristiwa alam atau sebab lain sebelum usaha atau
kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan. Apabila pemrakarsa kegiatan hendak
melaksanakan kegiatannya maka pemrakarsa diwajibkan untuk membuat AMDAL baru.Masyarakat
tidak dapat membatalkan keputusan kelayakan Lingkungan Hidup karena keputusan
kelayakan lingkungan hidup ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan
Hidup/Gubernur/Bupati/Walikota.
2.10 Tindak Lanjut Pasca AMDAL
RKL-RPL secara berkala disampaikan kepada
instansi yang melakukan pemantauan lingkungan sesuai dengan tugas pokoknya dan
instansi yang menangani lingkungan hidup di Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Pembinaan pelaksanaan AMDAL yang sudah berjalan dilakukan oleh instansi
sektoral dan instansi pengendali dampak lingkungan di pusat dan daerah
(Propinsi, Kabupaten/Kota) melalui pengawasan atas hasil pelaksanaan RKL-RPL
yang telah dilakukan oleh pemrakarsa kegiatan (laporan pelaksanaan RKL-RPL
triwulan atau semesteran).
2.11 Kasus AMDAL
Penanganan untuk kegiatan yang sudah berjalan
dan belum memiliki AMDAL, dikenakan mekanisme pelanggaran hukum dan tidak bias
diputihkan dengan membuat AMDAL dan UKL- UPL. Sanksi yang diberikan untuk
kegiatan yang belum memiliki AMDAL tetapi sudah berjalan adalah diantaranya
Audit Lingkungan Hidup wajib.Bila perubahan rute transportasi hanya sedikit
yang berubah dan masih dalam lokasi penambangan maka pemrakarsa harus
menginformasikan hal tersebut di dalam laporan pelaksanaan RKL dan RPL periodik
(Semesteran atau Triwulan). Namun apabila perubahan rute tersebut menimbulkan
dampak besar dan penting yang berbeda, maka sesuai dengan Pasal 26 PP 27
tentang AMDAL, maka kegiatan tersebut menjadi batal. Untuk perubahan tersebut
maka pemrakarsa harus menyusun AMDAL baru.
Secara prinsip, AMDAL memperhatikan kesatuan
ekosistem dari lokasi suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, bukan berdasarkan
wilayah administratif. Apabila suatu rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut
dalam satu lokasi, bisa dalam beberapa wilayah administratif, maka kegiatan
tersebut hanya diwajibkan menyusun 1 dokumen AMDAL (KAANDAL, ANDAL, RKL, RPL).
Apabila berada pada lokasi yang berbeda, maka harus disusun dokumen AMDAL yang
terpisah, walaupun pemrakarsanya sama. Penilaian dokumen AMDAL yang berada
lebih dari 2 kabupaten/kota dilakukan oleh Komisi Penilaian AMDAL Propinsi.
Khusus kegiatan perkebunan, sesuai KEPMENLH Nomor 40/2000 maka penilaian untuk
kegiatan di bidang perkebunan dilakukan oleh Komisi Penilaian AMDAL Propinsi.
Ketentuan peraturan di bidang AMDAL berlaku
untuk semua pihak termasuk pemerintah. Oleh sebab itu proyek-proyek pemerintah
yang termasuk kegiatan wajib AMDAL harus dilengkapi dengan dokumen AMDAL. Dalam
perencanaan pembangunan setiap instansi pemerintah wajib mengalokasikan dana
untuk menyusun dokumen AMDAL. Bagi proyek yang tidak dilengkapi dengan dokumen
AMDAL dapat dikenakan tindakan hukum sesuai peraturan yang berlaku, termasuk
peradilan tata usaha negara terhadap pejabat yang melakukan pelanggaran tersebut.
SUMBER : http://handikasputera.blogspot.com/2013/01/pengertian-amdal.html